Setiap jam pelajaran tiba para santri harus menggotong kasur dan memindahkan barang-barang, karena ruang kelas yang biasa digunakan untuk tidur akan digunakan untuk kegiatan belajar.
Begitulah keprihatinan para santri duafa di GIC. Ada 50 santri yang tinggal di kelas-kelas gedung sekolah setiap harinya, berbeda dengan anak-anak lainnya yang bisa datang dan pulang setiap hari dijemput oleh orang tuanya.
Hal ini terjadi dikarenakan belum adanya biaya untuk membangun asrama tahfidz untuk para santri. Namun meskipun begitu, para santri yang telah mengetahui keutamaan menghafal Al-Qur’an, ujian demi ujian akan tetap mereka lewati dan hadapi. Semata-mata untuk meraih kedudukan tertinggi.
"Ditawarkan kepada penghafal Al-Qur’an, “Baca dan naiklah ke tingkat berikutnya. Baca dengan tartil sebagaimana dulu kamu mentartilkan Al-Qur’an ketika di dunia. Karena kedudukanmu di surga setingkat dengan banyaknya ayat yang kamu hafal.” (HR. Abu Daud)
Sahabat, apakah kondisi ini harus terus terjadi?
Dalam hati kecil mereka, mereka sangat ingin punya asrama, supaya bisa beristirahat dengan nyaman tanpa ada gusuran karena bergantian dengan jam pelajaran.
Karena hal itu Lazgis berniat membebaskan sebuah lahan seluas 1.235m untuk dibangunkan sebuah Asrama Tahfidz bagi santri putra dan putri yang selama ini bertempat tinggal di kelas-kelas gedung sekolah.
#sahabatLazgis mari bersama-sama kita wujudkan harapan mereka, terlebih mereka adalah para penghafal Al-quran, orang-orang yang dekat dengan qur'an. Jika kita belum mampu menapaki menjadi seorang penghafal qur'an, setidaknya mari bantu wujudkan impian mereka. InsyaAllah pahala mengalir kepada kita dari setiap huruf yang dihafal dan dibaca.
Anda bisa berwakaf mulai dari 100.000 rupiah.
Yuk, klik wakaf sekarang!
Seluruh Indonesia
